Kiprah Birdwatcher, Tak Hanya Mengamati Burung, Tapi Juga Konservasi – Atmosfer minggu pagi pada akhir November 2015 di Alam Perkemahan Rancaupas, Kabupaten Bandung, Jawa Barat terasa dingin menyehatkan.
Kiprah Birdwatcher, Tak Hanya Mengamati Burung, Tapi Juga Konservasi
wildrye – Sisa kabut pagi yang menempel di dedaunan lelet laun menguap oleh pancaran cahaya matahari yang tiba dari balik pepohonan.
Dikutip dari mongabay, Terdengar suara gemercik air dari balik anak bengawan yang mengalir dan kicauan burung- burung yang silih bertegur sapaan seolah memberitahu kalau alam memiliki ketenangan tertentu. Nuasanya berlainan dari atmosfer perkotaan yang berisik oleh kemudian lalang alat transportasi serta pekatnya tradisi orang yang kadangkala kurang ingat hendak sela waktu.
Baca juga : Australia Wildlife Journeys
Pagi itu, segerombol orang berjumlah dekat 100 orang terlihat padat jadwal dengan memo di tangan serta teropong yang digantungkan dilehernya. Beberapa lagi padat jadwal menggenggam kamera dengan lensa jauh versi juru foto handal, nampak sungguh- sungguh mencari serta memfoto burung di gerombolan pepohonan yang menjulang ke langit.
Nyatanya mereka tidaklah turis, namun para pengamat burung nama lain birdwatcher dari Pertemuan Pengamat Burung Indonesia( PPBI) yang lagi melaksanakan observasi burung. Mereka ialah penggerak dari dekat 50- an komunitas pengamat burung dari Sumatera, Jawa serta Kalimantan.
Para penggerak pengamat burung itu tiba dari bermacam komunitas serta badan dari semua Indonesia. Mereka terkumpul tidak cuma buat mencermati burung, namun pula berjumpa mangulas tahap– tahap pelestarian pengamanan burung dari kepunahan.
Rudianto salah satu periset burung yang tercampur dalam komunitas Birdwatcher berkata bahwa Indonesia memiliki 1615 genus tipe burung, yang menjadikannya tingkatan ke- 4 bumi sehabis Brazil, Columbia, serta Peru.
“ Di Asia, Indonesia terletak diperingkat awal dengan jumlah burung endemik paling banyak menggapai 419 genus serta itu tidak dipunyai di negeri lain se- Asia,” tutur laki- laki berbulu putih serta berkacamata itu.
Mirisnya, Indonesia berpotensi hadapi kepunahan 132 tipe burung endemik serta jadi kehabisan paling banyak ke- 2 di bumi. Pemicu terbanyak kepunahan tipe burung di Indonesia merupakan lenyapnya lingkungan serta alterasi tanah yang lalu terjalin.“ Kehabisan habitat serupa semacam kehabisan tempat bermukim serta kala kehabisan tempat bermukim pasti tidak dapat bertumbuh biak,” paparnya.
Bila tidak terdapat usaha pelestarian, jelas Rudianto, hingga dalam 10 tahun kelak ataupun dalam 3 angkatan, Indonesia akan kehabisan 90 persen dari jumlah genus burung.
Tidak Cuma Pengamatan
Lebih lanjut Rudianto menarangkan kegiatan birdwacther di bermacam area di Indonesia, tidak cuma mencermati burung di habitatnya, namun pula mengenali tipe burung, membagi jumlahnya, pola hidup serta migrasinya, yang setelah itu dikumpulkan jadi dasar informasi situasi burung di Indonesia.
Dalam kegiatan PPBI ini, para pengamat burung ini silih beralih data serta informasi sekeliling hasil observasi burung mereka, yang setelah itu dikompilasi jadi pembaharuan informasi terkini situasi burung di Indonesia.
Informasi itu pula dipakai buat mendukung pelestarian serta usaha penindakan perdagangan burung bawah tangan, sebab mereka bisa mengenali tipe burung dilindungi yang diperdagangkan dengan cara bawah tangan di warga.
“ Buatan objektif semacam observasi burung yang tujuannya buat mendukung informasi, contoh terdapat burung yang dilindungi diperjualbelikan di warga itu kita memiliki buktinya kemudian dikabarkan serta tidak bisa terdapat dipasaran,” tuturnya.
Usaha pelestarian pula dicoba lewat alat sosial dengan unggah gambar burung hasil observasi.“ Jika terdapat burung eksklusif difoto oleh yang kegemaran motret serta disebar di alat sosial, tujuannya untuk dilestarikan, selaku bimbingan warga supaya siuman alangkah berartinya melindungi kelestarian burung,” nyata Rudianto.
Dengan situasi pelacakan serta perdagangan burung yang bertambah memprihatinkan, ia memandang butuh terdapat inovasi pelestarian pengamanan burung, tidak hanya usaha penguatan hukum. Inovasi pelestarian burung, antara lain dapat dicoba lewat alat sosial serta sosialiasi ke sekolah- sekolah selaku wujud kampanye serta penyadaran ke warga.
Kampanye dicoba buat menarangkan guna ekologis burung antara lain selaku penabur bibit serta bulir yang menyamakan kehidupan sesuatu biota.
“ Burung itu kan bukan semata gunanya mempunyai suara empuk serta berperawakan menarik.
Kedudukan burung selaku keseimbangan ekosistem di alam.
Tidak bisa kita membekuk cuma sebab alibi senang suaranya. Itu alibi individualistis namanya” ucapnya dengan bunyi besar.
Perdagangan Burung Illegal
Pada peluang yang serupa, Giyanto dari Wildlife Bagian Crime( WCU) berkata terdapat perihal yang tidak cocok terjalin dalam bumi pengamat burung, ialah pengamat burung beraktifitas di alam, namun 80 persen burung terletak di pasar- pasar burung di semua kota- kota besar di Indonesia.
“ Disini terdapat miss. Jadi pengamat burung pula butuh mengamati di pasar pula sebab perdagangan binatang buas di Indonesia yang amat menghawatirkan” tutur Giyanto, pada Mongabay.
Ia mengatakan informasi dari Direktorat Jendral Proteksi Hutan serta Pelestarian Alam( PHKA) Departemen Kehutanan pada 2009 saja kehilangan dampak perdagangan binatang liar menggapai nilai luar biasa ialah dekat Rp9 triliun.
Perdagangan binatang bawah tangan tercantum burung terjalin sebab terdapat permohonan pasar ayng besar. Ia berkata para pemburu sekalipun mempunyai pasar tertentu serta mereka ketahui kemana hendak menjual hasil dari perburuannya itu.
Giyanto mengatakan burung yang rawan musnah di Indonesia dampak ekploitasi antara lain catok bengkok( Electusroratus), elang jawa( Nisaetus bartelsi), burung makhluk halus, enggang gading( Rhynoplax vigil), jalak bali( Leucopsar rothschildi) serta kakatua bulu- bulu kuning.
“ 2– 3 tahun ini gempar sekali pemanfaatan burung rangkong ataupun enggang gading. Terdapat yang dikejar yang sedang hidup terdapat pula tipe rangkong yang dikejar cuma bagian kepala saja serta dijual paruhnya buat permohonan ekspor,” ucapnya.
Walaupun telah terdapat parasut hukum ialah UU Nomor. 5/ 1990 mengenai Pelestarian Keragaman Biologi dengan bahaya bui 5 tahun serta kompensasi Rp100 juta untuk pemburu serta orang dagang burung, namun penguatan ketetapannya di alun- alun sedang lemas. Buktinya sedang banyak binatang dilindungi yang dijual serta diperdagankan di pasar- pasar burung.
Namun ia merasa optimis, sebab gaya penguatan hukum di Indonesia mulai dibenahi.
“ Jika dahulu yang beranjak menangani pelanggaran binatang liar merupakan Kementrian Area Hidup serta Kehutanan.
Saat ini perdagangan binatang buas telah jadi prioritas penguatan hukum yang dicoba Mabes Polri,” paparnya.
Ia memeragakan permasalahan pemanfaatan serta perdagangan binatang di Area, Sumatera Barat yang lagi ditangani Mabes Polri. Ia berambisi keikutsertaan seluruh pihak, tercantum Mabes Polri, permasalahan perdagangan binatang dilindungi dapat diminimalisir.
“ Tidak hanya penguatan hukum yang butuh digalakkan, dengan cara tidak langsung penguasa pula butuh membuat ekonomi di wilayah– wilayah yang berbatasan dengan hutan. Kadangkala terbentuknya pelacakan buas itu bermotif ekonomi serta itu tidak dapat dibenarkan,” pungkasnya.
Peduli Pelestarian Burung
Menjajaki aktivitas PPBI kelima ialah pengalaman awal serta bernilai untuk Aditio Ramadian( 20) mahasiswa bidang Rekayasa Kehutanan Institut Teknologi Bandung( ITB). Dari aktivitas ini, ia jadi siuman berartinya melindungi kelestarian burung.
“ Dahulu aku tidak sedemikian itu terpikat sekeliling burung sebab aku menyangka burung cuma hingga binatang piaraan saja. Namun kala sebagian materi di informasikan serta aku turut langsung melaksanakan pengamatan di alun- alun serta memperoleh banyak data mengenai bermacam tipe burung, aku jadi terpikat, mau lalu melestarikan kehadiran burung di habitatnya,” tuturnya dengan mimik senang.
Ia terbangun buat sungguh- sungguh jadi pengamat burung sekalian bergelut dalam konservasinya. Oleh sebab itu, ia mau tiba pada kegiatan PPBI berikutnya di Lombok, Nusa Tenggara Barat pada 2016.